Sabtu, Februari 14, 2009

6 Kerusakan Valentine's Day

Kategori: Manhaj Salaf
Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.

Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
2. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Hari kasih sayang dan sunah Nabi

Ragam manusia dari segi etnis, agama maupun budaya, telah melahirkan ragam tradisi. Valentine Day atau “Hari Kasih Sayang” adalah salah satu tradisi di luar Islam yang dimeriahkan oleh banyak orang, terutama kawula muda. Pada hari itu, kasih sayang kepada sesama dicurahkan sepuasnya, tidak boleh ada orang saling membenci; tentu semangatnya sampai pada anti terorisme juga. Terorisme yang ditampilkan oleh kelompok tertentu bertentangan dengan hari raya ini. Tidak heran kalau kawula muda Muslim bertanya tentang hari besar yang daya magnetnya amat kuat ini, lalu bertanya, apakah dalam Islam ada tradisi semacam ini?
Hadits tentang Kasih Sayang
Sebuah Hadits menyatakan:
Dari Anas, dari Nabi saw, beliau berkata, “Tidak dianggap mukmin seseorang dari kalian bila cintanya kepada saudaranya (orang lain) tidak sama dengan cintanya kepada diri sendiri.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi, An-Nasai, Ibn Majah, dan Imam Ahmad.
Hadits lain menyebutkan:
Dari Abi Syuraih, bahwa Nabi saw berkata, “Demi Allah, ia belum beriman, demi Allah, ia belum beriman.” Ada yang bertanya, “siapa wahai Rasulullah?”beliau menjawab, “Yaitu, orang yang karena ulahnya maka tetangganya merasa tidak aman…”
Hadits ini dan yang senada diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi dan Ahmad.
Hadits lain lagi menyebutkan:
Dari Abu Musa, katanya, “Saya bertanya, wahai Rasulullah, manakah Islam yang lebih utama?” Rasulullah menjawab, “Orang yang karena ucapan dan prilakunya menjadikan orang muslim lain selamat (merasa aman).”
Hadits seperti ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi, Abu Daud, dan Ahmad.
Dari Abu Musa, dari Nabi saw, beliau berkata, “Sesungguhnya se-orang mukmin dengan mukmin lain itu bagai sebuah bangunan, saling menguatkan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi, Nasai, dan Ahmad.
Kasih Sayang
Bagi masyarakat Islam, Sunnah Nabi yang terdapat dalam Hadits mempunyai fungsi menjelaskan kandungan Al-Qur’an yang ungkapannya sering global. Hadits-hadits di atas menjelaskan ajaran kasih sayang seperti diajarkan dalam Al-Qur’an. Misalnya, tentang hakekat persaudaraan yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 10-12. Di sana dinyatakan, orang Mukmin sebenarnya saudara, bagaikan saudara kandung. Mereka tidak dibenarkan saling mencaci dan membenci. Berburuk sangka, menghasut dan mengumpat kepada orang lain dilarang dalam ayat ini.
Sehubungan dengan ajaran Al-Qur’an tadi, Hadits-hadits yang dari segi sanad tergolong shahih di atas menyebutkan bahwa, sesama orang Mukmin bagai sebuah bangunan yang unsur-unsurnya saling mengokohkan. Ia tidak boleh berbuat sesuatu yang menimbulkan gangguan sekecil apa pun terhadap yang lain.
Masih banyak ajaran Rasulullah agar persaudaraan itu dijaga. Perintah agar ketika orang memasak memperbanyak kuahnya supaya tetangganya dapat mencicipi jerih payahnya. Meski sepele, ini menunjukkan betapa peduli terhadap orang lain harus dikedepankan, dimulai dari hal kecil.
Perintah zakat, menyembelih hewan kurban, sedekah, memberi hidangan berbuka orang lain, menyingkirkan gangguan di tengah jalan, dan sebagainya, menunjukkan kasih sayang itu menjadi perhatian utama Nabi. Banyak periwayat Hadits, semisal Imam Muslim, At-Turmudzi, Abu Daud, dan Ahmad, merekam Hadits yang menyatakan bahwa, memutus hubungan kasih sayang (silaturahim) termasuk dosa penting, yang hukumannya tidak hanya dirasakan di akhirat, tetapi juga ketika masih di dunia. Hadits semacam ini menjadi semakin penting karena betapa banyak orang yang karena kepentingan sesaat begitu mudah memutuskan persaudaraan dan menambah permusuhan. Perbedaan paham seringkali juga menjadi alasan bertengkar.
Kasih sayang dan persaudaraan yang diajarkan Rasulullah lebih pada kebersamaan dalam kesejahteraan dan menghindari dosa. Hal ini sejalan dengan perintah Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 “… Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan, bukan dalam dosa dan permusuhan….”
Islam mengajarkan perilaku santun dan lembut serta mengedepankan memberi maaf. Allah berfirman, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka….” (Qs. Ali Imran [3]: 159).
Akan halnya kasih sayang seperti dalam Valentine Day, ada titik samanya, menonjolkan kasih sayang kepada sesama. Tidak sama persis, ada titik bedanya. Valentine Day yang diperingati pada setiap 14 Februari menurut banyak referensi merupakan tradisi kasih sayang yang lahir pada akhir abad ke 3 Masehi.
St. Valentine, seorang bangsa Roma Italia, harus mati terbunuh pada 14 Februri 269 M. karena, menolak ajaran tertentu dalam Kristiani. Simpati dan cinta masyarakat terhadap sikap St. Valentine pada tanggal itu menjadi tonggak penting dalam membela dan memperjuangkan kasih sayang sesama. Memang ada versi lain. Jadi, sebenarnya Valentine Day dari segi kesejarahan bukan ajaran agama. Anehnya, ada penganut agama di dunia ini meyakininya sebagai bagian dari ajaran agama.
Selanjutnya, tanggal 14 Februari sebagai Hari Kasih sayang dijadikan hari penting dalam meluapkan kasih sayang dan anti kekerasan. Hebatnya, muda-mudi (dan juga orang-orang tua) tanpa ikatan perkawinan meluapkan kasih sayang pada Valentine Day tanpa batas kesopanan. Pendeknya, pergaulan bebas pria-wanita dilakukan dengan dalih meluapkan kasih sayang yang merupakan anugerah Tuhan.
Di beberapa negara ada kepercayaan, seorang wanita yang menerima baju pemberian seorang pria pada hari Valentine, nantinya akan menjadi suami-isteri. Ada lagi kepercayaan, wanita yang melihat burung murai terbang di atas kepalanya pada hari Valentine, nantinya ia akan menjadi isteri pelaut. Bila ia melihat kutilang emas pada hari itu, maka akan menikah dengan milyarder. Sebaliknya, bila ia melihat burung gereja pada hari itu, maka akan menikah dengan orang miskin dalam suasana gembira. Kepercayaan tanpa dasar dan tak masuk akal ini karena menyenangkan, banyak yang mempercayainya.

Kasih Sayang dalam Islam
Kembali kepada ajaran Islam tentang kasih sayang. Islam mengajarkan kasih sayang demi mencapai kedamaian, sifatnya umum, untuk kebersamaan dalam kesejahteraan. Kasih sayang yang hanya diekspresikan dalam perilaku tertentu tanpa pengurbanan (misalnya dalam bentuk sedekah), masih diragukan dalam Islam. Sebaliknya, memberikan sesuatu kepada orang lain untuk maksud tertentu tanpa dibarengi dengan tampilan simpatik juga diragukan; apalagi malah disertai dengan “pengungkitan.” Karena itu, konflik dan permusuhan serta kekerasan, khususnya dalam tubuh umat Islam tidak dibenarkan. Terhadap umat yang berbeda agama, Rasulullah mengajarkan toleransi. Ini tidak berarti beliau mengakui kebenaran ajaran agama lain. Menyiarkan agama tidak boleh dengan paksaan atau kekerasan.
Kasih sayang dalam Sunnah Nabi ada batasnya dengan mengedepankan moralitas. Kasih sayang menurut petunjuk Nabi tidak boleh mengarah pada pergaulan bebas seperti yang mentradisi dalam masyarakat Valentine Day. Kasih sayang dalam bentuk pergaulan bebas bertentangan dengan ajaran kasih sayang dalam Islam. Seandainya merayakan Valentine Day itu ada batas moral, melarang pergaulan bebas, tentu lebih simpatik bagi pemeluk agama lain, termasuk Islam.l

Jumat, Februari 13, 2009

10 Pribadi Muslim

Al-Qur'an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus
selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu
dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan
pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-
Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap,
ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari
Allah Swt. Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-
beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah
pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan
Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek
yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu
standar pribadi muslim yang erdasarkan Al-Qur'an dan sunnah
merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi
pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya
ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi
muslim.


1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada
pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang
kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-
ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang
muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana
firman-Nya yang artinya: 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan
matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam' (QS 6:162). Karena
memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka
dalam da'wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw
mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah
Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau
menyatakan: 'shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.'
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan
setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang
berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan
sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam
hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di
dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang
mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus untuk
memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita
akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-
Qur'an, Allah berfirman yang artinya: 'Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memiliki akhlak yang agung' (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim
memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan
haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan
fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-
bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus
mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh
lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita
anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang
terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw
bersabda yang artinya: 'Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada
mu'min yang lemah' (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi
pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul
adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur'an banyak mengungkap ayat-ayat
yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang
artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi.
Katakanlah: 'pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.' Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: 'Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan,
kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang
muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa
kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan
pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena
itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan
intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran (QS 39:9).

6. Mujahadatun Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah
satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena
setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada
manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena
itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan
tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun 'ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting
bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian
yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak
bersumpah di dalam Al-Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal
fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt
memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni
24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang
beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah
semboyan yang menyatakan: 'Lebih baik kehilangan jam daripada
kehilangan waktu.' Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat
dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat
berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka
diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum
lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum
mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk
dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syu'unihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk
kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun
sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan
dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka
diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta
kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara
profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme
selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat
dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan
merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun 'alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan
mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada
seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim
boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa
menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan
masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak di dalam Al-Qur'an maupun hadits dan hal itu memiliki
keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang
baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat
rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus
diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Naafi'un Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi'un lighoirihi) merupakan sebuah
tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja
manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya
merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai
seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak
mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu
tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam
kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy
dari Jabir). Demikian secara umum profil seorang muslim yang
disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits, sesuatu yang perlu kita
standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Oleh :
Drs. H. Ahmad Yani
Posting Surya Irawan Sukma 15 Sept 2000

Benak Seorang Muslim

Apa yang ada dalam benak seorang muslim ketika mendengar kata Al Masih atau yang dalam terjemahan bahasa Indonesianya disebut dengan ‘Juruselamat’? Mungkin berbagai persepsi akan muncul seputar sebutan istimewa tersebut. Patut diketahui bahwa istilah ‘Al Masih’ atau ‘Juruselamat’ itu sendiri bermula dari kebiasaan bangsa Israel untuk memberikan sebutan kehormatan kepada orang-orang yang mereka anggap suci atau telah berjasa pada kehidupan mereka. Dengan kata lain sebutan semacam itu berlaku umum bagi siapa saja yang menurut ketetapan mereka telah memenuhi syarat sebagai seorang yang pantas dianggap suci atau dihormati. Adapun beberapa orang yang telah memenuhi kriteria tersebut, Perjanjian Lama telah mencontohkannya sebagai berikut:


• Saul
“Bukankah Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas umat-Nya Israel? Engkau akan memegang tampuk pemerintahan atas umat Tuhan, dan engkau akan menyelamatkannya dari tangan-tangan musuh-musuh di sekitarnya. Inilah tandanya bagimu, bahwa Tuhan telah mengurapi engkau menjadi raja atas milik-Nya sendiri.” (I Samuel 10:1)

• Harun
“Kemudian dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan diurapinyalah dia untuk mengkuduskannya.” (Imamat 8:12)

• Elisa
“Juga Yehu, cucu Nimzi, haruslah kau urapi menjadi raja atau Israel, dan Elisa bin Safat dari Abel Mehola, harus kau urapi menjadikan Nabi menggantikan Engkau.” (I Raja-raja 19: 16)

• Daud
“Maka datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan Tuhan; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel.” (II Samuel 5: 3)

• Solomo
“ Imam Zadok telah membawa tabung tanduk berisi minyak dari kemah, lalu diurapinya Salomo. Kemudian sangkakala ditiup, dan seluruh rakyat berseru ‘Hidup Raja Salomo.’” ( I Raja-raja 1 : 39)

• Koresy
“ Beginilah firman Tuhan: Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada yang tangan kanannya kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu gerbang tidak tinggal tertutup.” ( Yesaya 45 : 1)

Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah mengapa Nabi Isa as. mendapatkan sebutan atau julukan yang serupa? Apa yang melatarbelakangi Nabi Isa as. mendapatkan julukan Al Masih? Untuk mengetahui jawabannya orang harus mengetahui lebih dahulu latar belakang dan kondisi masyarakat pada kala itu. Tanpa itu orang mustahil dapat mengetahui penyebabnya.

Telah diriwayatkan bahwasannya Nabi Sulaiman as bin Daud as dikenal sebagai seorang nabi sekaligus raja terakhir bagi bangsa Israel. Kemudian beliau digantikan oleh puteranya Rabeam, yang melanjutkan tahta kekuasaan ayahnya selama masa fatrah (masa antara dua orang nabi), yakni sekitar tujuh belas tahun. Setelah Rabeam wafat, bangsa Israel terpecah-belah dan harus menghadapi serangan-serangan dari pihak asing yang ingin menguasai tanah Palestina. Secara intern, bangsa Israel terpecah-belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil, berbagai golongan dan suku-suku. Keadaan ini terus berlangsung hingga tahun 722 SM. Sedangkan secara ekstern, keberadaan raja bernama Nebukadnezar dari luar kalangan bangsa Israel mulai mengancam kemanan penduduk Palestina. Raja ini tidak segan-segan memerintahkan untuk menghancurkan Heikal di Baitul Maqdis dan mengasingkan bangsa Israel ke daerah Babel serta menjadikan mereka sebagai budak.

Pada pertengahan abad keempat sebelum masehi, pasukan Macedonia yang berada di bawah pimpinan Alexander Yang Agung berhasil menjajah Asia, termasuk menghancurkan kuil-kuil umat Majusi di Iran. Setelah itu disusul oleh penyerbuan pasukan Antacios dari Yunani. Pasukan ini berhasil meratakan tanah Heikal untuk yang kedua kalinya, setelah sebelumnya Heikal sempat diijinkan di bangun kembali oleh raja Kaikhasrau dari Iran. Mereka membakar semua kitab-kitab suci bangsa ini dan menyiksa rakyatnya dengan siksaan yang amat pedih. Siksaan berkepanjangan itu baru bisa diakhiri setelah muncul seorang bernama Yahuda Makkabi. Mereka kemudian kembali mendirikan Baitul Maqdis pada tahun 167 SM. Mereka juga berhasil menyusun ulang Kitab Taurat. Namun sayang, generasi penerusnya mulai menyimpang dari kebenaran.

Karena Yahuda Makkabi bukan berasal dari keturunan nabi Daud as. maka bangsa Israel memohon kembali kepada Allah agar dihadirkan seorang raja dari keturunan nabi Daud as. yang diharapkan mampu mengembalikan kejayaan mereka yang telah hilang. Akhirnya pada tahun 63 SM pemerintahan Makkabi pun berakhir. Mereka dihancurkan oleh pasukan Pompei dan bangsa Israel sekali lagi jatuh menjadi bangsa terjajah.

Dari segi keagamaan, bangsa Israel pada masa itu telah terpecah belah menjadi banyak golongan dan aliran, namun secara umum mereka terdiri dari 5 kelompok:


• 1. Kelompok Saduki

Mereka tergolong kelompok keagamaan paling kaya di antara kalangan bangsa Israel, di antaranya mereka memiliki banyak pusat-pusat penting yang bergengsi dan berpengaruh. Dalam kepercayaan mereka manusia menerima ganjaran atau siksa atas tingkah lakunya hanya di dunia saja. Golongan ini tidak meyakini adanya akhirat, kiamat dan hari pembalasan di kemudian hari.

Mereka juga berpegang teguh pada tradisi-tradisi klasik dan menolak setiap bentuk bid’ah serta menyerahkan kekuasaan Heikal secara penuh kepada seluruh masyarakat. Penamaan kelompok ini dinisbahkan kepada seseorang bernama Saduki yang pada masa Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as bertugas memelihara tempat peribadatan.

• 2. Kelompok Farisi

Tingkatan mereka berada di bawah tingkatan Saduki baik dari segi perbendaharaan pusat-pusat penting maupun pengaruhnya, hanya saja mereka memiliki jumlah lebih besar. Mereka dikenal sebagai kelompok yang tidak mau bekerjasama dengan kelompok lain, tinggi hati dan sangat ketat menjalankan Hukum Taurat. Dalam keyakinan mereka hari kiamat dan hari pembalasan itu ada. Oleh karena itu, mereka menganjurkan kepada para pengikutnya untuk meninggalkan kelezatan hidup dan hanya mendekatkan diri kepada Allah. Golongan ini umumnya mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Hidup di gubuk-gubuk terpencil dan hanya menyembah kepada Allah semata.

Nama mereka di adopsi dari istilah Ibrani yang dalam bahasa Arabnya analog dengan kata “al-Firzi” karena mereka selalu berusaha memisahkan diri dari kelompok lainnya. Dalam catatan sejarah kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang menentang keras setiap bid’ah lain yang akan mencampuri tradisi peribadatan mereka.

• 3. Kelompok Aseni atau Asen

Kelompok ketiga ini, berjumlah minoritas dibandingkan kelompok Saduki dan Farisi. Mereka dikenal sebagai kelompok yang berpegang teguh pada akidah, tekun menjalankan ibadah, dan menyatakan dirinya sebagai kelompok keturunan murni Bani Israel.
Di antara cerminan penderitaan hidup mereka dan kesengsaraannya adalah diharamkannya memiliki dua pakaian, dua sandal atau menyimpan harta dan makanan pokok untuk sehari-hari esok. Sifat yang lebih dominan dalam kehidupan mereka adalah sifat kependetaan.

• 4. Kelompok Golat

Mereka adalah pecahan-pecahan kecil dari kelompok Aseni yang memilih hidup zuhud, menderita, dan kependetaan.

• 5. Kelompok Samier

Mereka adalah kolaborasi dari orang-orang Yahudi dan Syiria. Nenek moyang mereka berasal dari kabilah Syiria yang oleh raja Babel dikembalikan ke Palestina agar mereka menetap di sana sebagai pengganti kaum Yahudi yang telah diasingkan ke daerah yang berada di antara dua sungai.

Kelompok Samier dikenal sebagai kelompok yang banyak mengadopsi bid’ah dan tradisi-tradisi asing ke dalam syariat mereka. Mereka tergolong kelompok Bani Israel yang memiliki semangat tipis dalam menjalankan dan mengikuti syariat Nabi Musa as.


Keadaan yang sudah terpecah belah menjadi banyak golongan ini kian diperburuk dengan perilaku para golongan rahib yang menuntut sejumlah tarif kepada masyarakat yang hendak melakukan kegiatan ritual keagamaan. Masyarakat diwajibkan menyerahkan nazar dan korban kepada mereka. Untuk itu para rahib tidak segan-segan memasukkan hal-hal yang mereka inginkan sendiri ke dalam nash-nash Kitab Taurat, seolah-olah itu merupakan bagian dari firman Allah. Selain mereka juga ada sekelompok ahli agama dan pendeta yang masuk ke dalam lapisan masyarakat dan memonopoli agama untuk kepentingan diri mereka sendiri. Mereka membuat akte pengampunan dosa, menetapkan yang haram menjadi halal dan mengesahkan yang halal menjadi haram, tergantung dari besarnya uang yang mereka terima dari jemaahnya. Pengkultusan individu terhadap individu lainnya dan penerapan sistem perbudakan begitu merajalela kala itu. Pendeknya, masyarakat Israel benar-benar menghadapi dilema keagamaan yang sangat pelik. Hanya sedikit sekali orang-orang yang masih lurus jalannya seperti keluarga Nabi Zakaria dan keluarga Imran (nenek moyang Nabi Isa as).

Sementara itu, dalam kehidupan intelektual mereka banyak dipengaruhi oleh aliran-lairan filsafat Yunani Klasik dan filsafat Romawi. Contohnya adalah apa yang terjadi sekitar tahun 150 SM. Saat itu diperkenalkan sistem filsafat Yahudi yang dirintis oleh Aristobulus dan kemudian berkembang dalam masa Philo Judaeus dari Alexandria ( 45 SM-50 M ). Sebagian besar karya Judaeus sendiri merupakan komentar-komentar cerita-cerita dalam Injil yang dipandang dari kaca mata filsafat bersifat Platonis. Baginya, agama dan filsafat Yunani mempunyai sumber yang sama, yakni Allah mewahyukan dan menyatakan diri-Nya kepada manusia. Allah dipandang sebagai tokoh adikodrati yang secara mutlak berbeda dengan kosmos dan memang harus berbeda dengan kosmos. Allah adalah roh transeden yang tidak ada dalam dunia ini melainkan di seberang sana. Ia adalah Sang Ada (Ho On), sedangkan dunia adalah benda. Allah dan dunia tidak dapat disatukan, karena itu diperlukan perantara, yakni Logos. Pendekatan dan metode interpretasi Judaeus ini nantinya sangat berpengaruh pada pemikiran umat Kristiani pada masa-masa berikutnya.

Dalam alam dan kondisi masyarakat yang tercampur baur semacam inilah Allah kemudian mengirim Nabi Isa as. sebagai juruselamat bagi bangsa Israel yang dilematis. Sebetulnya misi utamanya adalah meluruskan kembali pola keimanan, kepercayaan keagamaan dan pola pikir masyarakat yang salah kaprah. Dia mengemban amanah mengembalikan bentuk ritual keagamaan yang telah banyak disimpangkan, serta menambahkan beberapa ajaran baru seperti tentang toleransi dan cinta kasih kepada sesama yang belum pernah diajarkan nabi-nabi sebelumnya. Jadi, misi Nabi Isa as bukanlah sebagai logos, seperti yang dipercayai oleh penganut faham Judaeus, apalagi sebagai Tuhan yang datang untuk menyelamatkan dunia dengan menghilangkan segala ritual keagamaan berupa ‘amal ibadah’. Akan tetapi misi utamanya adalah mendorong umat manusia untuk melakukan ritual keagamaan berupa amal ibadah dengan cara yang benar dan jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang dilakukan kelompok-kelompok keagamaan Yahudi.

“Berkata Isa: ’Sesungguhnya aku ini hamba Allah Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan kembali.’ Itulah Isa putera Maryam yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya,”
(QS. Maryam: 30-34)

( hafiz, Februari 2009 )

Kamis, Februari 12, 2009

My Messages

Kalau suatu saat kamu hancurkan hatiku...
akan kucintai kamu dengan kepingannya yang tersisa...:)

Cintaku denganmu emang gak akan berakhir bahagia, karena cinta yang aku tawarkan ke kamu adalah cinta yang tiada akhir... outluck_13@yahoo.com

it's hard to say hello...cause it might be goodbye.
it's hard to say i'm ok, cause sometimes i'm not.
but it's easy to sayi miss you, cause i know that i really do...


I have you!

if you hate me,
shoot me with an arrow,
but please not on the heart
cause that's were you are...


Duniaku

Aku dan semua yang ada adalah satu!!!